
Persentase lahan garapan masyarakat mencakup lahan pertanian (sawah dan perkebunan) dan hutan rakyat. Untuk menerangi desanya, warga memanfaatkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH). Yaitu dengan cara memanfaatkan debit air yang ada di sekitar kita untuk diubah menjadi energi listrik. Debit air digunakan untuk menggerakkan turbin yang akan menghasilkan energi mekanik.

Desaglobal.id mewancarai salah satu tokoh masyarakat desa Pelakat, Nasrullah. Selain sebagai ketua DKM masjid At Taqwa di desa Pelakat, sehari-harinya Nasrullah juga merupakan kepala operator mesin PLTMH. Bersama dua orang rekannya, ia mendapatkan pelatihan tentang mesin dan kelistrikan dalam waktu yang sangat singkat dari tim ahli yang dikirim oleh salah satu perusahaan negara di daerah kabupaten Muara Enim. "Kami hanya mengikuti pelatihan selama satu hari, tapi langsung praktek" ungkap Nasrul. "Yang menjadi motivasi kami adalah supaya desa kami yang jauh di pedalaman ini, yang belum terjangkau oleh PLN bisa menikmati malam yang terang dan juga menonton televisi, anak anak bisa belajar malam hari tanpa terganggu oleh asap hitam lampu batok," tambah Narsul.
Pembangunan PLTMH di desa Pelakat itu sendiri dimotori oleh salah satu lembaga sosial swasta yang pembiayaannya bersumber dari dana sosial salah satu perusahaan negara dan gotong royong masyarakat dalam proses pembangunan. Selain swadaya tenaga masyarakat juga berkontribusi dalam hal pengadaan beberapa bahan material yang pembangunan yang disediakan oleh alam seperti batu dan pasir.
PLTMH di desa Pelakat dikelola oleh koperasi Cahaya Harapan yang dibentuk oleh warga sebagai penerima manfaat dan dimotori oleh pemerintah desa. "Pembangkit listrik ini sangat ramah lingkungan bahkan kita bersama seluruh masyarakat bersama-sama wajib menjaga kelestarian hutan agar debit air selalu tercukupi" ujar Nasrul. Untuk setiap rumah pengguna listrik yang dihasilkan PLTMH dikenakan iyuran sebesar lima belas ribu rupiah. "Bagi setiap anggota penerima manfaat PLTMH yang tidak memiliki uang tunai juga bisa bayar dengan biji kopi kering senilai angka yang sudah disepakati" pungkas Nasrul mengakhiri percakapan kami via telepon seluler.
(as-dn)